Monday, January 16, 2006

Mereka Pergi Beriringan

MEREKA PERGI BERIRINGAN


mengenang SEWINDU kepergian mereka - jan 10, 1998jan 10, 2006


 


Kamis, 22 Dec 97


Hari ini, papi [mertuaku] masuk RS Pertamina Pusat untuk memulai serangkaian cuci darah karena ginjalnya hanya berfungsi 30% saja.


 


Jumat, 23 Dec 97


Hari pertama papi menjalani cuci darah.  Semua berjalan lancar.


 


Sabtu, 24 Dec 97


4:30 - menjemput mas Agni di RSPP sekalian pamit papi, kami akan ke Yogya.


5:15 - meluncur ke Yogya.


 


Minggu, 25 Dec 97


Natal keluarga besar Karsidi di rumah mbak Endang di Condong Catur, Yogya.


 


Senin, 26 Dec 97


Kel. Kartiarso, Kel. Sri Haryatmo, Kel. Agni menuju Salatiga, untuk merayakan Natal bersama sepupu-sepupu kami.


 


Selasa, 27 Dec 97


07:00 - Berangkat ke Malang untuk jalan-jalan bersama Vita dan Sandra.


15:30 – masuk kota Malang


16:00 – tiba di hotel.  Check-in, tapi belum bisa masuk kamar karena sedang disiapkan.  Koper kami taruh di kamar Vita.  Sambil menunggu kamar siap, kami duduk-duduk di gazebo hotel sambil minum teh panas, nikmat.


16:15 - HP mas Agni berdering.  Surti menelpon sambil menangis: “Mas, papi masuk ICU, ginjalnya gagal.”  Apapun dan bagaimanapun, kami harus segera kembali ke Jakarta malam ini.  Salah satu cara tercepat adalah naik pesawat dari Surabaya.  Cepat-cepat pesan taxi dan menitipkan koper beserta mobil pada Vita.


 


[Mobil dan kopor-kopor kami beberapa hari kemudian diambil oleh Teguh dan dibawa ke rumah mbak Endang di Yogya.]


 


17:00 – berangkat dari Malang.  Waktu tempuh Malang-Surabaya kira-kira 1.5 jam.  Berpikir keras bagaimana caranya dapat tiket pesawat.  Tiba-tiba ….. *klik* …. aku ingat mas Gatot.  Aku menelponnya, menceritakan apa yang terjadi dan tentu saja minta tolong mencarikan/membelikan ticket Surabaya-Jakarta.


 


▸▸▸▸▸


 


“Hallo Nik, tiketnya sudak dapat untuk penerbangan jam 18:30.  Nanti di Bandara ketemu pak xxx” mas Gatot mengabarkan.  Syukur pada TUHAN.  Penerbangan jam 18:30!!!.  Wadhuh, harus berpacu dengan waktu!  Setiap 15 menit, orang Angkasa Pura Surabaya menelpon menanyakan posisi kami.  Tepat jam 6:30pm kami memasuki gerbang bandara.  Turun dari taxi, kami sudah dijemput oleh Satpam Bandara dan diantar ke pak xxx.  Ticket beserta boarding pas diserahkan pada kami.  Setelah membayar airport tax, kami diantar mobil Angkasa Pura sampai di tangga pesawat.  Akhirnya kami duduk dalam pesawat dan tidak berani tengok kiri-kanan.  Malu … !!! Pesawat sudah di tahan 10 menit untuk menunggu ‘missing passengers’, yang adalah kami!!!! L


 


Kira-kira jam 21:00 tiba di RSPP.  Papi terbaring di ICU dengan selang-selang yang dihubungkan kebeberapa monitor.  Malam itu mas Agni menjaga papi, dan selanjutnya liburan akhir tahun kami habiskan antara rumah dan RSPP.


 


►►►►►


 


Minggu, 4 Jan 98


Sekitar jam 18:00 - Kring … Kring ….. mbak Endang menelpon: “Nik, ibu gerah [sakit].  Tadi pagi Tatik sekeluarga pulang, lha kok sorenya ibu panas.  Ibu ‘urik’ [curang].  Kemarin waktu anak-anaknya kumpul, ibu sehat.  Sekarang aku sendiri, kok sakit.  Dokter sudah periksa ibu, katanya serangan strook kecil.  Kalau besok sore masih panas terus, harus dirawat di rumah sakit.  Aku udah nelpon mas Hadi, Gatot, Arso.  Kamu yang ngabari Tatik ya.”


 


Yah … ibu sakit, papi sakit.


 


Senin, 5 Jan 98


Sore hari mbak Endang menelpon mengabarkan bahwa, ibu harus masuk rumah sakit.


 


Selasa, 6 Jan 98


Ibu masuk RS Bethesda dan dirawat di ruang khusus strook.  Mas Gatot ada di Yogya khusus menemani mbak Endang mengantar ibu masuk rumah sakit.


 


Rabu, 7 Jan 98


Menjelang siang - mbak Endang menelpon, selain oksigen dan infuse, harus dipasang ‘sonde’, karena sejak masuk rumah sakit sudah tidak bisa makan lagi.


 


Kamis, 8 Jan 98


Mbak Endang menelpon sekitar jam 10-an, meminta mbak Tatik & aku segera ke Yogya.


Aku menelpon mas Agni bahwa, aku harus ke Yogya bersama mbak Tatik karena keadaan ibu memburuk.  Tiket pesawat sudah dicarikan mas Gatot.  “OK, kamu berdua naik pesawat, aku tak naik kereta malam.”  Mas Agni ke Gambir dan sudah berhasil mendapat tiket.


 


Tetapi …. begitu selesai berbicara dengan mas Agni, kak Upik, pegawai papi, mencari mas Agni dan menyuruhnya segera ke RSPP karena papi ‘unstable’ menuju ke kritis.  Aku segera menelpon mas Agni dan memintanya untuk membatalkan kepergiannya ke Yogya.


 


Sebelum berangkat ke Yogya aku ke RSPP untuk pamit ke mami, sekalian menengok papi di ruang ICU.  Aku pamit papi sambil memegangi tangannya: ‘Papi, Mimmu mau ke Yogya.  Ibu sakit.  Mimmu pergi sendiri, mas Anik nunggu papi di sini.’  Papi mengangguk sambil meremas tanganku.  Berarti kesadaran papi bagus!


 


17:00 – Pesawat berangkat.


18:30 – Tiba di Yogya.  Sudah dijemput pak Herry Angkasa Pura.  Kami langsung ke RS Bethesda.  Di kamar ibu, sudah ada mbak Endang dan mas Hadi.  Kami mendekati ibu dan aku ‘matur’: “Bu, iki Tatik karo Ninik arep nunggoni ibu.  Cepet dangan ya bu”.  Ibu membuka mata,  tersenyum dan menganggukkan kepalanya.  Berarti ibu mengenali mbak Tatik & aku!!  Kami menunggu ibu di RS sampai jam 10pm.  Malam itu yang jaga ibu, kalau tidak salah, staff Angkasa Pura Yogya.


 


Jumat, 9 Jan 98


06:00 - Mas Arso datang dari Bogor langsung menuju RS Bethesda.


 


09:00 – mas Hadi, mas Kardjo, mbak Endang, mbak Tatik dan aku sampai di RS.  Mas Gatot sudah ada disana.  Kami diberitahu bahwa, tenggorokan ibu harus dilobangi untuk mempermudah pembersihan lendir-lendir.


10:00 - ibu masuk ruang operasi dan sekitar jam 11:30-an sudah kembali ke kamarnya.


 


▸▸▸▸▸


 


Setelah makan malam, aku duduk ditepi tempat tidur ibu.  Aku sendirian di kamar, sementara mas-mas & mbak-mbak duduk-duduk diteras kamar.  Sambil melihat wajah ibu yang damai dalam kesulitannya bernafas, aku elus-elus rambutnya yang keriting, hidungnya yang besar, keningnya yang sering berkerut.  Aku kasihan melihatnya.  Nafasnya kelihatan berat….  Sambil mengelus-elus, aku berbisik ke ibu: ‘Bu, putrane ibu wis kumpul kabeh, nunggoni ibu.  Kabeh sayang ibu.  Tapi yen ibu wis ora kuwat lan arep tindak, tindak wae.  Kabeh lila, bu.’  Aku berbisik ke ibu, aku menangis, penangis pelan-pelan, takut ketahuan mas-mas & mbak-mbak.


 


22:00 – kami pulang ke rumah mbak Endang.  Malam ini mas Arso yang jaga.


 


Sabtu, 10 Jan 98


06:00 - Mas Arso menelpon dari RS, meminta kami segera datang, karena kondisi ibu menurun.  Cepet…. Cepet … cepet … mandi, sarapan dan berangkat.


 


07:30 – Mas Hadi, mas Kardjo, mbak Endang, mbak Tatik & aku tiba di RS Bethesda.  Dokter yang merawat ibu menanyakan kepada kami: apakah kami semua sudah siap, apakah sudah ada persiapan-persiapan apabila ibu dipanggil TUHAN.  Kami jawab: semua sudah siap.  Mbak Djudjuk, saudara kami yang dengan tulus selalu merawat bapak-ibu ketika masih di Salatiga, segera kembali ke Salatiga untuk mengadakan persiapan di sana.  Kemudian, keadaan ibu makin menurun.  Denyut nadinya semakin lemah.


 


09:00 - Dik Endah sepupu kami, datang menengok.  Melihat keadaan ibu, dia mengusulkan kepada kami untuk menyanyikan ‘kidung rohani Jawi’. Kami terima usulnya dan kami menyanyi disekeliling tempat tidur ibu.  Mas Hadi, mas Arso, mbak Endang ada disamping kanan ibu.  Diujung kaki ada dik Endah, mbak Harsono, dan siapa lagi aku lupa.  Sedangkan mbak Tatik & aku ada disamping kiri ibu.  Aku memegangi tangan ibu dan kadang-kadang kaki ibu yang mulai menjadi dingin.  Sementara mas Gatot keluar masuk dari teras ke kamar.


 


Kami terus menyanyi mengantar ibu pergi.  Pelan-pelan badan ibu mulai dingin dan sedikit menjelang jam 10, ibu menarik nafas panjang sebanyak 3 kali dan…. Itulah nafasnya yang terkahir.  Ibu sudah pergi menghadap TUHAN.


 


Selamat jalan Ibu, selamat menghadap TUHAN dan bertemu Bapak.  Terima kasih telah membesarkan dan mendampingi kami dengan kasih sayang, dari sejak kami kecil sampai mengantarkan kami membina rumah tangga kami sendiri-sendiri.  Terima kasih telah mengajarkan kami bagaimana harus ‘nrimo’ dan selalu hidup sederhana.  Terima kasih telah mengajarkan kepada kami untuk selalu bersyukur dalam segala hal.  Masih banyak terima kasih untukmu, ibu…


 


Mumpung badan ibu masih hangat, satu-persatu kami menciumnya.  Perawat meminta kami keluar ruangan karena mereka akan ‘memulasara’ jasad ibu.


 


▸▸▸▸▸


 


10:15 - Aku menelpon mas Agni mengabarkan bahwa, ibu sudah pergi.  Kami bertangisan di telepon.  Aku bilang ke mas Agni untuk tidak usah ke Yogya, mengingat keadaan papi yang saat itu masih kritis.  Jadi kami berdua saling menghibur melalui telepon.


 


▸▸▸▸▸


 


16:00 - Iring-iringan jenazah sampai di Jl. Imam Bonjol 2B, Salatiga.  Rumah sudah di ‘tratag’ dan penuh dengan pelayat.  Ibu segera di semayamkan di tengah-tengah ruangan.  Malam itu, kami akan mengadakan kebaktian penghiburan jam 19:00,


 


19:00 – Kring … kring ….  Aku mengangkatnya dan suara mas Agni lemas mengabarkan bahwa, papi baru saja pergi kepada-NYA.  Kami berdua bertangisan kembali di telepon….  Yah, disituasi yang seperti ini, kami harus saling berjauhan….


 


Selamat jalan papi.  Terima kasih telah memperbolehkanku mendampingi mas Agni.  Terima kasih telah membentuk anak-anak menjadi mandiri.  Terima kasih atas kasih sayang yang melimpah kepada anak-cucu.


 


▸▸▸▸▸


 


Hari itu, 10 Januari 1998 jam 10:00 – Ibu pergi menghadap ke TUHAN dalam usia 83 tahun


Hari itu, 10 Januari 1998 jam 19:00 – Papi pergi menghadap TUHAN dalam usia 75 tahun


Hari itu, 11 Januari 1998 – jam 13:00 – ibu dimakamkan di Pemakaman Cungkup, Salatiga


Hari itu, 11 Januari 1998 – jam 14:00 – papi dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta


 


Hari itu, 10 Januari 1998 – Ibu dan Papi beriringan menghadap TUHAN; kami kehilangan orang-orang yang mengasihi kami setulus hati; kami kehilangan orang yang kami kasihi


 


▸▸▸▸▸


 


Selamat jalan Ibu.  Selamat jalan papi.


Saat kami pun akan datang.


Biarlah kami yang masih tinggal ini


Memelihara kasih kami satu dengan yang lain


Memelihara kerukunan diantara kami


 


Taman Asri - 8 Januari 2006

15 comments:

  1. hueee ten aku terharu sekali membaca jam2 terakhirnya (tapi tidak bisa menangis karena membacanya sambil direcoki lindri). yg aku inget cuma acara pemakaman di salatiga, putu2 (aku dan sepupu2) malah tetep dho pecicilan & kemayu.

    ReplyDelete
  2. Kamu berarti bagian pecicilannya, soalnya kamu nggak mungkin kemayu :))

    ReplyDelete
  3. Tenik, aku terharu bener bacanya. Cuma nggak bisa nangis, karena bacanya di kantor (dan Luna juga lagi penyinyingan di depanku).
    Semoga beliau2 ini tenang di sisi Tuhan YME.

    ReplyDelete
  4. lumayan deh chic, kalo pas foto2 doang sih masih bisa.. hehehe..
    (padahal foto2annya di depan karangan bunga dukacita)

    ReplyDelete
  5. Titaaaa.......... Chicaaaa..............
    iya - waktu itu, 8 tahun yang lalu - sehari kehilangan 2 orang tua.
    memang sutita itu suka pecicilan dan ketawa....... betul gak????? mana gambar-gambarnya lagi?

    ReplyDelete
  6. hihi kena tagih lagi *ampuuun* (ten, gambar terakhir masa ttg ultah dhanu, hampir sebulan yg lalu, dan itu juga belom di-scan!)

    ReplyDelete
  7. Bude, aku baru liat multiplynya bude ini dan pas baca blog ini. Terharu deh. Untung bos lagi gak ada jadi gak malu menitikkan air mata.

    ReplyDelete
  8. bentoel. tapi bukan aku lho ten, yang (waktu itu) mulai ngelem2 para orang tua, "kasihan, sudah pada yatim piatu"...

    ReplyDelete
  9. dianaaaaaa......................... makasih sudah mengunjungi multiply-ku. tapi gak banyak isinya kayak yang kamu punya .... hehehehe.......

    ReplyDelete
  10. mama oen.., kok aku sedih ya bacanya :-((
    I know what is it like losing someone you love so much, so dear...
    Mudah2an sekarang mama oen dah nggak sedih lagi yah...

    ReplyDelete
  11. deeee........... makasih .... dengan berjalannya waktu ya pasti tidak sedih lagi. apapun yang terjadi, semua orang tua itu selalu mempunyai tempat istimewa dihati dan kenangan tersendiri bagi anak-anaknya. ibu dan mertuaku sudah diberi berkah besar sama ALLAH, sampai bisa menunggui anak-anaknya berkeluarga, bahkan sampai 3 cucunya.

    ada yang bilang: orang tua itu bagaikan uang. ketika dia ada tak diabaikan, tapi, ketika dia tidak ada, dia dicari ....

    ReplyDelete
  12. ach kamu .... thanks for visiting my multiply .....

    ReplyDelete
  13. Te'nuk...., aku nangis nih....!
    Eyang Putri itu baik sekali ya..., jadi inget dulu aku sering dibela-in kalo eyang kakung lagi marah sama aku, karena aku sering kluyuran kalo pulang sekolah. Trus mungkin cuma aku satu - satunya cucu yang diajarin jahit n kristik sama eyang putri.

    ReplyDelete
  14. lagi iseng-iseng baca bloknya tenik... sampe di bagian ini.. kok jadi sesak napas? hidung mampet? dan pandangan mata jadi kabur? welehhh... ternyata nangis... ;p maap tenik... ceritanya mengharukan... tapi juga menguatkan... :)

    ReplyDelete
  15. makasih udah baca-baca .... itulah: hidup dan mati itu batasnya tipis sekaleeeee

    ReplyDelete