Thursday, May 15, 2008

bagus

May 15, 2008

 

Dirumah-ku ada anak kecil.  Bulan September 2008 nanti umurnya 5 tahun, namanya Bagus Sugiharto.  Bagus itu anak ke-2 pembantu-ku, yang sudah bekerja di rumah-ku sejak tahun 2001.  Bagus Sugiharto adalah nama pemberian suami-ku, yang artinya: bagus = bagus - dengan harapan menjadi anak berwajah ’bagus’ dan ’baik hati’ (bagus atine), sugih = kaya; arto = duwit – kelak berkecukupan dan banyak uang untuk bisa menghidupi keluarganya, serta membantu mak dan pak-nya.

 

Bagus dilahirkan di Cigoong, desa kecil di daerah Serang.  Ketika Bagus berumur 3 tahun, emaknya kerja dirumah-ku lagi.  Bagus sudah mengenal kami sejak umur setahun, karena sebulan sekali pasti ke Jakarta untuk mengambil susu dll.  Kami dipanggilnya ’Yang-kung’ dan ’Yang-ti’.

 

Tahun lalu Bagus masuk sekolah TK-A.  Bagus anak yang cukup cerdas.  Di rumah, kami mengajarkan disiplin, hidup dalam tata-krama, bahasa Indonesia yang baik dan lain-lain yang baik untuk kepentingannya dimasa depan.  Kami harus konsekwen dengan ajaran kami.  Kalau tidak, bisa menjadi ’senjata makan tuan’, Bagus yang gantian menegur kami.

 

Dua hari yang lalu, Bagus membuat surprise buat kami berdua.  Yang-kung main organ lagu anak-anak ... eeee... Bagus bisa nyanyi dengan tone yang tepat dan tempo yang betul.  Walaupun belum sempurna, tapi cukup membuat kami kaget.  Ternyata banyak juga lagu-lagu yang sudah kami ajarkan.

 

Mudah-mudahan TUHAN memberi kami kesehatan, agar bisa membesarkan Bagus dengan baik dan benar, dan agar Bagus ’menjadi orang’ yang bisa dibanggakan kedua orang tuanya dan keluarga besarnya.

Thursday, May 8, 2008

Solo - May 3 & 4, 2008

03 May 2008

 

Hari kondangan.  Kami meninggalkan Solo jam 9:15, setelah selesai dengan urusan ‘city check-in’ Garuda, di Hotel Riyadi.  Sampai di Salatiga masih jam 10:30, padahal undangannya jam 11:00.  Ngapain ya enaknya selama 30 menunggu?  Mau nyekar dulu …. kok pakai kain.  Akhirnya mas Agni usul cari tempat untuk minum teh.  Lha kok milihnya di Soto Kesambi!  Ya sayang kalau gak makan soto-nya dan makan tempenya…..  Akhirnya semua nyoto, ada yang soto tanpa nasi, ada yang pakai nasi…. (mau kondangan kok njajan!)

 

Meninggalkan Soto Kesambi menuju tempat resepsi.  Prosefur: nulis buku tamu, nge-drop amplop, masuk ruang resepsi, salam-salaman dulu sama saudara-saudara, baru salaman sama mantennya, terus menuju meja prasmanan…..  Karena perut sudah kenyang soto, jadi gak terlalu berminat makan besar, tapi sebagai sarat, ya ikut antre dan ambil soun goreng – lumayan enak.  Eeee, ada gubug wedang ronde …. hhmmm enak tapi wedangnya kurang panas.  Penutup, makan pie strawberry.  Udah cukup untuk siang itu, diakhiri dengan minum air putih ;)

 

Selesai makan, kami dipanggil untuk photo keluarga.  Setelah itu kami pamit, karena masih mau nyekar dan beli oleh-oleh.  Dari tempat pengantin kami ke rumah’ku’ di Jl. Imam Bonjol, untuk ganti baju, kemudian ke Toko Luwes untuk beli lanthing, untuk oleh-oleh temen-temen kantor.  On the way ke toko Luwes mulai hujan dan tidak reda sampai selesai belanja, malah tambah besar.  Jadi kami batal nyekar.  Tapi tidak batal beli bakpao dan kue moho, yang tokonya gak jauh dari toko Luwes J

 

Kembali ke Solo.  Sampai di hotel sekitar jam 2-an.  Istirahat.  Jam 6:00pm mulai siap-siap untuk kondangan lagi.  Kali ini yang punya gawe orang PU, ngundhuh mantu.  Resepsinya di Gedung Wanita, Manahan.  Ketika kami sampai disana, pengantennya baru saja sampai dan baru mau prosesi masuk gedung.  Prosedur: buku tamu, drop amplop, cari tempat duduk.

 

nJagong kali ini cara lama.  Bukan ‘standing reception’, tapi ‘sitting reception’, seperti yang biasa diadakan di Jawa jaman dulu, jaman aku kecil.  Setiap 9 deret kursi disediakan satu meja kecil, dengan gelas-gelas teh manis diatasnya.  Asyik juga, gak perlu capek-capek berdiri.  Setelah penganten ‘lenggah’/duduk, pembawa acara memberi aba-aba agar makanan mulai dikeluarkan.  Nah mulailah para pramusaji beraksi dengan cekatan membagi piring kecil berisi snack: marmer cake dan risoles mayonnaise daging asep.  Sambil menikmati campur sari, dihidangkan berturut-turut, dengan jeda waktu yang tidak terlalu lama: soup, main course (galantine, 3 potong French fries, 3 potong wortel, 4 iris buncis, seiris tomat dan timun, dan seuprit mayonnaise), terakhir keluar pudding dan ice cream.

 

Kondangan dengan cara duduk in, oleh orang-orang jaman dulu dinamakan USDEK: U = unjukan/minuman; S = sop; D = dahar; E = es; K = kundur/pulang …. J  Enak sih, gak perlu repot kesana kemari, tapi harus ikut acara sampai selesai, karena acara salam dengan penganten dilakukan terakhir.  Penganten dan para orang tua berdiri di pintu keluar dan para undangan memberikan salam sambil sekalian pamit.

 

04 May 2008

 

Hari terakhir di Solo, kami agak santai.  Semua barang sudah di packing dengan manis dan kami masih punya waktu sampai jam 12:00.

 

Setelah makan pagi kami ke Akar Wangi di daerah Coyudan, membeli dupa penganten kegemaran mas Agni, yang baunya khas Jawa, untuk pengharum ruangan.  Dari sini kami ke kampung batik Laweyan (lagi).  Kali ini ke batik Mustika.  Disini banyak yang aku suka dan ada yang ukuranku J  Dari Laweyan kami meluncur ke….serabi Notosuman beli srabi untuk temen-temen kantornya mas Agni.  Sebelum kembali ke hotel, kami mampir ke ’Bale Kambang’ yang sekarang sudah dipugar dan dikelola dengan baik.

 

Jam 11:00 kami sampai di hotel kembali.  Beres-beres barang-barang, jam 11:30 check-out.  Sebelum pulang, kami harus ‘berpamitan’ ke soto Triwindu J sekalian beli tempe goreng yang lezat itu, untuk dibawa ke Jakarta….  Sampai di airport jam 12:30 – jadi kami masih harus menunggu kira-kira 1.5 jam, karena pesawat baru akan terbang jam 14:10.  Yah, lebih baik menunggu dari pada buru-buru dan kemudian ketinggalan…. sampai ngantuk nunggunya.  Untung tidak ada delay-delay-an.

 

Berakhir sudah liburan 4 hari 3 malam di Solo.  Terima kasih pak Sigit, sudah menyopiri dan mengantar kami ketempat-tempat yang kami inginkan.  Anda driver sekaligus guide kami, karena anda tau tempat-tempat yang ingin kami kunjungi.

 

 

2 May 2008 - Solo

02 May 2008

 

Bangun pagi dengan badan segar, pikiran segar.  Jam 7:30 kami turun sarapan.  Mas Donny, mbak Titin, Mentik & Djoko sudah duluan sarapan.  Mas Agni dan aku bergabung.  Habis makan, kami pergi dengan satu mobil.  Tujuan pertama adalah: Bentng Vastenburg!

 

Benteng Vastenburg

 

 

Benteng Vastenburg

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

 

Di kota Surakarta terdapat pula bekas peninggalan kolonial Belanda yaitu Benteng Vastenburg yang dulu digunakan sebagai pusat pengawasan kolonial Belanda untuk mengawasi gerak-gerik Keraton Kasunanan, namun sekarang keadaannya tidak terurus, di pusat kota Surakarta di dekat (sejalan dengan) Balaikota Surakarta. Dulu bangunan ini bernama "Grootmoedigheid" dan didirikan oleh Gubernur Jenderal Baron van Imhoff pada tahun 1745. Benteng ini dahulu merupakan benteng pertahanan yang berkaitan dengan rumah Gubernur Belanda. Benteng dikelilingi oleh kompleks bangunan lain yang berfungsi sebagai bangunan rumah tinggal perwira dan asrama perwira. Bangunan benteng ini dikelilingi oleh tembok batu bata setinggi enam meter dengan konstruksi bearing wall serta parit dengan jembatan angkat sebagai penghubung. Setelah kemerdekaan pernah berfungsi sebagai kawasan militer dan asrama bagi Brigade Infanteri 6/Trisakti Baladaya / Kostrad. Bangunan di dalam benteng dipetak-petak untuk rumah tinggal para prajurit dengan keluarganya.

 

 

Benteng ini dulunya ’kumuh’ - tertutup kaki lima, sampah-sampah, pemulung, pokoknya jorok.  Tapi sejak diselenggarakan “Solo International Ethnic Music (SIEM) 2007“ benteng ini menjadi cukup bersih.  Tidak ada kaki lima maupun sampah-sampah.  Sampailah kami di depan pintu pager benteng, ech pintunya ditutup, digembok.  Muter lagi, siapa tau ada pintu lain yang terbuka.  Ternyata sama saja.  Jadi kita balik ke pintu pertama.  Ya sudahlah, cukup motret-motret dari luar saja.

 

Tiba-tiba .... lho, mas Agni kok sudah ada halaman luar benteng – loncat dari mana?  Di halaman benteng sedang ada orang babat-babat rumput dan mas Agni ’wawan rembug’ dengan pak rumput.  Tak lama kemudian orang itu menghampiri pager benteng dengan membawa kunci.  Mbak Titin bilang: “Tuh Mim, mau dibukain pintu.  Agni ngomong apa sama orang itu.“  Ternyata memang pintu dibuka untuk kami plus mobil.  Sampai di pelataran benteng, bapak itu masih buka pintu masuk ke dalam benteng!  Aku tanya sama mas Agni: “Kok bisa dibukain pintu sih?“  Agni: “Aku nanya yang pegang kunci sapa.  Katanya pak Carolus.  Tapi dia juga punya kunci.  Terus aku bilang, boleh gak dibukain pintunya.  Pak itu bilang – bisa pak.  Ya sudah, mari silakan masuk J

 

Ternyata didalam benteng tidak ada bangunannya, hanya berupa lapangan kosong yang dikelilingi benteng/dinding  tebel dan ada 2 pohon beringin di tengah-tengahnya.  Dulunya ada bangunannya gak ya.?  Menurut pak rumput, tempat ini pernah dipakai oleh ABRI/TNI, tapi sudah diserahkan kembali ke .... (sapa ya, aku kok lupa).

 

 Ketika keluar dari dalam benteng, ada seseorang pakai baju hitam-hitam, kumisnya sudah putih, bawa tongkat (pentungan), sedang ngobrol sama mas Donny dan Djoko.  Sapa tuh?!  Taunya dia yang bernama pak Carolus, yang ditugasi menjadi penjaga benteng.  Pak Carolus ini orang Kupang, pensiunan ABRI/TNI.  Setelah pensiun dia jadi security Batik Keris dan sekarang menjadi penjaga benteng.  Rumahnya juga tidak jauh dari benteng tersebut.  Kelihatannya orangnya sabar dan baik hati.

 

Tujuan selanjutnya adalah kampung batik Kauman.  Pak Sigit membawa kami ke batik Gunawan.  Wuah, ternyata penuh, ada dua rombongan dari Jakarta.  Kita nunggu sebentar dan baru masuk kemudian.  Menurut pak Sigit, biasanya yang punya akan meng-guide para tamu, tapi karena sedang ada rapat, jadi tamu-tamu dibiarkan ’keluyuran’ sesukanya..... J

 

 Dibelakang toko batik Gunawan ada ruangan museum, dan disamping kanannya ada tempat pembatikan, lorodan, pewarnaan, pokoknya untuk memprose kain batik.  Kami agak lama ditempat ’mbatik’ ini.  Seneng liat orang nulis pakai canthing, dan proses lainnya.  Tokonya rame sekali, jadi males mau liat-liat.

 

 

Lanjut ke kampung batik Laweyan.  Pak Sigit bilang ada 2 Laweyan, satu disebelah sana dan satu lagi  disebelah sini J  Kampung batik Laweyan menurut-ku daerahnya bersih, adem dan tentrem.  Kami dibawa pak Sigit ke batik Mahkota.  (Sebetulnya kepenginnya ke batik Mustika, tapi mbak Nana, yang punya batik Mustika sedang ada di Jakarta.)   Di batik Mahkota ini cuma bisa beli kain dan sarung atau bahan.  Kalau baju-baju gak ada yang muat L  Ukuran XL-nya pun kecil...  Disini juga ada ruangan untuk display barang-barang kuno, barang-barang aku kecil.  Ada baki kuno, koper kuno, box bayi jaman dulu.  Yang punya menemani kita sambil memamerkan koleksi kwitansi-kwitansi kuno, order kuno... yang ditempel di album khusus.

 

Meninggalkan Laweyan dengan perut lapar, karena memang sudah waktunya makan siang.  Kami meluncur ke Warung Pecel Solo di Jl. Dr. Supomo.  Keliatannya semua enak, rasanya pengin ngicip semuanya.  Tak mungkin kan? L  Jadi aku pesen pecel, mi goreng, terik daging, tempe goreng – minumnya wedang asem.  Sueger rek!

 

Habis makan lanjut ke Danar Hadi.  Nah, disini ada baju ukuranku.  Malahan yang ukuran L serasa XL J  Tapi ya hanya satu model saja yang ada ukuranku.  Yang lain ukuran besarnya habis L

 

 

Nah, kalau ke Solo gak mampir dan makan/minum es krim Tentrem, itu gak afdol.  Jadi kami menuju kesana.  Biar hati tentram dan dingin J  Tidak terasa sudah jam 3pm.  Rasanya capek, karena udara kota Solo puanas sekaliiii.  So, dari es krim Tentrem kami kembali ke hotel untuk istirahat.

 

Lagi enaknya lèyèh-lèyèh sambil nonton tv ada geledeg keras sekali, sampai aku njondil.  Lho, ternyata diluar hujan deresssss.  Dan ternyata malamnya pak Sigit cerita bahwa, ada badai dan hujan es.  Sampai ada beberapa pohon tumbang dan papan reklame yang roboh.  Katanya ada mobil yang ketiban pohon di daerah ngGladag.  Weleh, weleh.  Kami keluar dari hotel jam 6:30pm untuk makan malam di Adem Ayem.

 

Setelah makan meluncur ke daerah Solo baru untuk menengok adik mami mertua yang tinggal di sana.  Kami bertamu sampai jam 8:30pm dan langsung kembali ke hotel, karena besok harus ’kondangan’ ke Salatiga.

 

persiapan & May 1, 2008

20 Apr 08

Lokasi  :           Rumah mbak Tuti

Acara   :           Arisan keluarga Sastrosudarmo

 

Oom Wari, adik mami mertua yang paling kecil, bagi-bagi undangan.  Oooo anaknya yang paling kecil, Iwan, mau nikah tanggal 3 Mei 2008 di Salatiga.  Jadi to?  J  Wah, tanggal 2 Mei hari kejepit, bisa ambil cuti nih, bisa ke kondangan.  Tapi jadi bingung.  Rencana semula mau ke KalTim.  Atau sebaiknya ke Salatiga dulu ya?

 

26 April 08

Lokasi  :           Jl. Camar, Bintaro Sektor III

Acara   :           Tujuh-bulanan Novi-Ari

                        Ngobrol-ngobrol antar saudara

 

Ternyata mbak Titin, mas Donny, Mentik dan Djoko berencana ke Solo, jalan darat.  Berangkat tanggal 1 Mei, pulang 4 Mei.  Mereka rencanannya mau sekalian kondangan ke Salatiga.  Akhirnya mas Agni dan aku ’klayu’, pengin ke Solo-Salatiga juga.

 

28 April 08

Mas Agni pesan tiket Garuda.  Untung masih dapat harga bagus, Jakarta-Solo p.p. gak sampai 800ribu J

 

 

01 May 08

 

Jakarta

04:00   Taxi dari rumah ke Bandara

04:45   Sampai di Bandara

06:10   Wingggggg.....

            Garuda-ku, Garuda-ku kemanakah engkau terbang

            Tinggi di awan ?????? ..... menderu-deru

            Menempuh awan, melawan topan, mencapai langit, yang jernih biru

07:10   Mendarat dengan selamat di Solo

07:30   Setelah cukup lama menunggu, akhirnya ... bagasi keluar juga

 

Solo

Pak Sigit dari Proyek Bengawan Solo sudah menjemput.  Agni: “Cari sarapan dulu, pak Sigit.  Ke soto babat aja.“ ----- Ternyata warung soto babatnya sudah penuh, sampai pada berdiri-berdiri nunggu tempat kosong.  Ach, males ach.  Cari yang gak uwel-uwelan lah, ke soto Triwindu aja yuuukkkkk…..

  

 

 

Wadhuh, soto daging Triwindu memang mak nyus tenan, sueger tenan rek.  Ditambah tempe gorengnya juga tak terkalahkan.  “Bu, bungkus tempe 5 sama 2 bakwan ya.”  Buat sangu ke candi Sukuh dan Cetho.  Perut kenyang, badan segar.  Kami siap melakukan perjalanan Solo dan sekitarnya.

 

 

 

Candi Sukuh

  

 

(from http://www.indonesia-tourism.com/central-java/sukuh-temple.html)

Candi Sukuh

Sukuh temple is located in Berjo Village, Argoyoso district, in the slope of mount Lawu 35 Km east of Solo at a height about 910 m above sea level. The temple stretches from the east to the west with the main gate in the west. Sukuh Temple is decorated with wayang stone carvings of Hindu origin, the only erotic temple in Java. The stepped pyramid is like the ones in South America of the Maya culture. The temples are distinctive compared with other ancient temples in Central Java such as Borobudur and Prambanan, and its uniqueness lies in the landscaping, statuettes, and relief. The temples occupy an 11,000m2 area and consist of three terraces, each connected with an ascending alley. The most influential part is the last terrace, at the very back of the compound. At this very sacred area, once erected a homogenous phallic statue, which is now displayed at the National Museum, Jakarta. Another interesting and controversial factor of this historical site is the artistic relief on its floor, which depict male and female organs symbolizing the birth of life. This kind of construction is common in prehistoric time, especially in the megalithic era of pundan berundak (terrace grave). The temple consist of three terraces, the first terrace is the lowest level, followed by the second and the third above it. The terrace are connected with stairs to each other, each of it has an entrance gate. The temple has believed to be constructed in the 15th century during the declining years of Majapahit Empire. The relief found beside the first gate are believed had mean (sengkalan) reads Gapura Buta Aban Wong and Gapura Buta Anahut Bubut, meaning the year of 1359 saka or 1437 AD.

 

 

 

Sampai di candi Sukuh sekitar jam 9:30an.  Beli ticket @ Rp2,500.  Ketika mau memasuki halaman candi, kabut turun.  Wah, gimana nih, jadi gak bagus untuk photo-photo.  Saat itu yang berwisata hanya mas Agni dan aku thok.  Gak ada wisatawan lain.  Sepi.

 

Penginnya naik sampai atas bangunan paling besar.  Tapi …. gak ach.  Tangganya curam sekali dan licin.  Gara-gara kabut, semuanya jadi basah.  Dari pada kepleset, niat untuk naik urung.

 

Gak terasa, tiba-tiba kabutnya menghilang.  Mungkin tertiup angin yang berhembus J   Lumayan, dapat pemandangan yang agak jelas.  Setelah cukup puas, kami turun dan bertemu dengan 3 orang yang baru mulai naik ke pelataran candi.  Selesai sudah kunjungan ke candi Sukuh.

 

Candi Cetho

 

 

(from http://www.asiarooms.com/travel-guide/indonesia/solo/)

Candi Ceto Solo

            High on the mountains near Solo in Central Java, the temple of Candi Ceto is sited. Candi Ceto is situated further up the Candi Sukuh temple in the mountains. The temple is at an elevation of five hundred meters or 1630 ft above the sea level. One can get a splendid view of the city from the temple. Located high up on the mountains one will certainly enjoy the nip in the air.

            Inscriptions found here is evidence to the fact that the Candi Ceto temple dates back deep into history. Some of the dates found inscribed here are AD 1468, 1472 and 1475. The basic layout and design of the temple is similar to that of the Sukuh temple but the Candi Ceto temple has many more terraces. There are as many as 14 terraces. As at Candy sukuh the main deity portrayed here is Bima. Tattered fragments of narrative relics were found in one of the lower terraces. This apart there are large numbers of small stone turtles.

One of the most interesting remains found here at the Candi Ceto is a dilapidated figure lying flat on the ground. At the western end is a large lingga similar to that found at Sukuh, lying horizontally and pointing to the west. At its base is a composition representing a tortoise on the back of a huge bat. On the tortoise's back is a number of sea creatures pointed in various compass directions.

            During the 1970s a new gateway was built. New structures were also added to the upper terraces which include stone walls and floors. 50 meters further up, there are slopes which are used for bathing purposes. Several statues and a wooden shrine are to be found here. Till the late 1970s high profile people used to come here to meditate. They believed that this place had supernatural powers. Local residents still continue to devote offerings for the deities.

 

 

 Candi Cetho letaknya lebih tinggi dari candi Sukuh, berjarak kurang lebih 5 km dari candi Sukuh.  Pemandangannya menuju candi Cetho indah sekali.  Lereng-lereng kebun teh dengan perkampungan ditengah-tengahnya.  Sayang sekali, ketika kami mulai naik, kabut kembali turun L, photo-photonya jadi kurang bagus

 

 

 Tiket masuk candi Cetho Rp2,500/orang.  Tempat ini cantik sekali.  Naik, naik, naik dan naik terus.  Sudah dapat dipastikan bahwa candi Cetho adalah pura pemujaan Hindu.  Masuk kedalam pura ini serasa berada di Bali.  Ketika kami mulai mendaki tangga menuju candi, kabut mulai turun (lagi) sampai putih semuanya.…. wadhuh, piye iki.

 

 

Saat itu, karena hari libur, candi Cetho banyak dikunjungai orang.  Ada yang datang ber-rombongan, ada yang berdua-duaan (pacaran maksudku J).  Kami jadi agak kesulitan motret-motret, karena banyak orang seliweran.  Jadilah kesabaran kami diuji.  Sampai rombongan-rombogan pergi dan kabut mulai hilang tersapu angin, baru kami bisa agak leluasa.

 

Meninggalkan candi Cetho sekitar jam 11:30.  Tujuan berikutnya adalah museum Sangiran.  Menurut pak Sigit, driver kami, jarak tempuh kira-kira satu jam.  Wah, kalau begitu sebaiknya cari makan siang dulu lah.  Kami berhenti di Indah Restaurant.  Mas Agni makan nasi timlo, aku makan garang asem dan pak Sigit makan nasi pecel pakai terik (uenak kayaknya).

 

Setelah makan, kami meneruskan perjalanan ke Sangiran.  Gak tau lah lewat mana, karena aku tertidur.  Tau-tau sudah sampai di Sangiran, di tempat menara pandang.  Kami turun sebentar, naik ke menara pandang untuk melihat seberapa luas daerah Sangiran.  Dari sini kami ke museum.

 

Museum Sangiran

 

 

Sangiran

From Wikipedia, the free encyclopedia

            Jump to: navigation, search

Sangiran is an archaeological excavation site at the island of Java in Indonesia. The area comprises about 48 km² and is located in Central Java, about 15 kilometers north of Surakarta in the Bengawan Solo River valley. In 1996 it was accepted as World Heritage by the UNESCO.

            In 1934 the anthropologist Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald started to examine the area. During excavations in the next years fossils of some of the first known human ancestors, Pithecanthropus erectus ("Java Man", now reclassified as part of the species Homo erectus), were found here. About 60 more fossils, among them the enigmatic Meganthropus, have since been found here

 

 

 Tiket masuk Rp3,000 per orang dan kalau mau melihat audio visual per orang Rp2,500, atau Rp50,000 per rombongan.  Kami membayar Rp50,000 karena dihitung sebagai rombongan!!!!!  Weleh-weleh, saat itu museumnya ramai sekaleeee....... Ada rombongan anak SMP dua bis dari Jepara, yang karena sudah siang, baunya ledis-ledis.

 

Bangunan-bangunan di kompleks museum ini agak kurang terawat dan kotor.  Signage juga kurang.  Sampai bingung, mau ke atas naik tangga yang kekiri atau yang kekanan.  Mau ke ruang audio visual juga gak ada tanda arahnya .... payah deh....  Signage-nya pakai mulut orang J  Aku gak begitu tertarik untuk motret-motret.  Mas Agni aja yang crat-cret.  Dari ruang pamer, kami ke ruang audio visual.  Lumayan, nonton ‘film’ 15 menit sambil ngadem.

 

Selesailah wisata hari ini selesai.  Kembali ke Solo.  Check-in di Novotel kira-kira jam 3pm, mandi, dan tidur siang.   Bangun ... lho kok masih jam 4:30pm sih?  Perasaan sudah lamaaaaa sekali tidurnya ….  Begitulah, kalau liburan itu, jamnya jalannya lambat J

 

Jam 7pm, mas Sigit (driver) menjemput kami untuk cari makan malam.  Kepenginnya makan ’racikan selat’.  Okay, cari yuuukkkk.....  Kami jemput keluarga pak Zacharia untuk makan bersama mereka.  Keliling cari warung racikan selat, akhirnya nyangkutnya di ’Sumber Bestik’ pak Darmo di Jl. Honggowongso (http://sumberbestik.com/index.php).   Mas Agni pesen bestik daging, aku pesen bestik lidah telor.   Tentang rasa .... silakan mampir sendiri dan menilai sendiri J

 

Kembali ke hotel dan rest and relax ....  Sekitar jam 10pm mbak Titin telpon, memberi kabar kalau sudah sampai di Solo dan lagi check-in di Hotel Dana.  Syukurlah, rombongan jalan darat sudah sampai dengan selamat .  Tapi ........ kira-kira 30 menit kemudian mbak Titin telpon lagi, minta dicariin kamar di Novotel, kamar di Hotel Dana bau apek!  Mas Agni ke reception untuk cari kamar.  Untung ada 2 kamar superior, tapi hanya untuk semalem saja, karena Novotel memang lagi penuh, karena long week-end kan. Yah, itung-itung untuk istirahat setelah perjalanan panjang.