Kemarin mbakyu iparku sms, hari ini dia kirim email. Intinya mengundang sodara-sodaranya untuk makan nasi kuning bersama, dalam rangka ultah mas-ku yang paling tua, yang tanggal 3 Maret besok berulang tahun ke 68! 68 lho! Tak terasa, dunia [ku] sudah semakin tua. Lha wong aku sendiri ternyata juga sudah tua lho! :)
Ketika aku lahir dan setahun kemudian pindah dari Purworedjo ke Wonosobo, mas-ku sudah harus masuk SMA dan dimasukkan Bapak-ku ke SMA Bopkri di Jogya. Memang dia sering ke Wonosobo, tapi karena aku masih kecil, jadi tidak terlalu ingat. 4 tahun kemudian kami sekeluarga pindah ke Salatiga, dan mas-ku sudah mahasiswa di ITB. Jadi praktis aku tidak pernah serumah dengannya. Tapi kenangan indah bersama mas-ku selalu ada.
(Mas-ku ini paling sabar dari dua orang mas-ku yang lain. Gak cepat marah dan bisanya tertawa atau diam. Sampai beranak-pinak dan cucu, dia masih seorang penyabar.... juarang sekali marah ..... betul begitukah mbakyu ipar dan anak-anak?)
Beberapa bulan sekali, mas-ku pulang ke Salatiga. Dia sangat 'ngemong' dan sayang sama aku [mungkin karena aku paling kecil]. Setiap kali, aku selalu di-'oleh-olehi' buku bacaan untuk anak-anak. Sueneng sekaleeee.... Atau kalau sore, mas-ku mengajak jalan-jalan ke toko buku dan membelikan aku buku-buku bacaan.
Saat aku kecil, Salatiga adalah kota yang menyenangkan. Kota dingin di kaki Gunung Merbabu, dengan jajaran pohon kenari di kiri dan kanan jalan. Betul-betul sebuah kota peristirahatan dan kota pensiunan yang sangat tenang.
Kala itu, beberapa kali ketika mas-ku liburan, dia mengajak aku dan mbakyu-ku yang nomor 5 bersepeda keluar kota. Tentu saja aku dibonceng, karena belum bisa naik sepeda sendiri. Kami bertiga bersepeda ke jalan luar kota arah Solo, kira-kira 5 km dari arah batas kota, sampai di daerah Karang Duren. Jalanan menanjak, tapi tidak masalah karena hawa yang dingin. Ketika capek, kami menepi dipinggir jalan, dipinggir sebuah perkebunan [kalau gak salah kebon jeruk], duduk dipinggir sebuah kali/selokan kecil yang airnya mengalir dan bening. Kami membuka 'sangu' kami yang adalah teh panas dan roti tawar isi muisjes. Pokoke, waktu itu rasanya bahagia bangetttttt.... Saat itu jalanan Semarang-Solo via Salatiga belum seramai sekarang ... wuih .... sekarang .... wuih ..... kendaraan padet-det.
(Kini daerah Karang Duren ini gersang, kali/selokan kecil yang dulu bening sudah hilang tertimbun sampah .... huh sedihnya.)
Kalau mengenang saat itu, kepenginnya balik ke masa itu lagi. Ketika hal biasa menjadi istimewa. Ketika kota Salatiga masih bersih, masih tenang, masih dingin, masih rindang. Sayang.... semuanya itu hanya bertahan sampai kira-kira akhir tahun 1970an.
Yah tak terasa, waktu berjalan dan berjalan dan tiba-tiba, dunia [ku] sudah bertambah tua. Mas-masku dan mbakyu-mbakyuku sudah bercucu. Keluarga besar ku sudah bercucu 11 orang. Sementara ponakan-ponakan sudah bukan anak-anak lagi, sudah menjadi teman yang 'sama-sama tua', yang tidak bisa lagi 'digurui' tapi 'menggurui', tidak perlu lagi ditolong tapi yang sudah harus menolong kami-kami generasi diatasnya ... :)
Yah, dunia[ku], ternyata sudah semakin tua. Tentu saja, aku pun semakin tua ..... :) .... sadar-sadar ....
Waaah Ten terima kasih ada cerita2 ttg bapak, apalagi yg belum pernah aku denger!
ReplyDelete*tambahan* yg kita kenal sebagai muisjes itu namanya ternyata hagelslag ya ten, sampai skg masih jadi isian roti sarapan kita. kalau muisjes itu dari biji anijs yg dilapis gula, yg biasanya dimakan dan disuguhkan (ditabur di atas beschuit/ mirip bagelen kering, polos, bermentega) saat ada bayi baru lahir (muisjes warna pink kalau bayi perempuan, biru kalau bayi laki2).
Bentoeeelll...
ReplyDeletetapi Mama Oen dan Papa Oen teteup muda dan cantik serta semangat dimata kami. So Teteup semangat ya.....
ReplyDeletehehehe .... makasih Maya. karena gabung dengan kalian-kalian, jadi rasanya gak tua-tua ... doain aja biar selalu sehat, jadi masih bisa kluyuran bersama ... hehehe....
ReplyDeleteyaitulah bokapmu .... dari dulu bisanya ketawa sambil ketap-ketip.
ReplyDeleteSETUJU..........................jadi kapan nech jalan lagi ;-))
ReplyDeleteakhir bulan yuk ... ke tator .... hehehehe....
ReplyDeletehueee... aku juga jarang denger2 cerita tentang bapak. kecuali yang waktu kuliah di itb dan sambil bekerja, sampai sakit beri2 hehehe... jujurnya, penasaran juga masa kecilnya gimana... tapi tenik belum lahir ya? hihhihi
ReplyDeletelha tenik karo bapak kan kacek 15 tahun. jadi bapak udah besar, tenik masih 'piyik' ... hehehe... bapakmu itu orangnya low profile dan sangat-sangat sederhana dalam bertindak dan berpikir .... betul gak?
ReplyDeleteSepakat!!! Mantan penduduk belakang seminari... keh3x.
ReplyDeletebetuuullll setujuuuu....
ReplyDeleteSeminari? Maksudmu seminari Roncalli? Menjadi penduduk dari tahun berapa ke berapa?
ReplyDelete