Sekitar jam 6:00 ada suara klèthèk-klèthèk di teras, ternyata ‘room service’ membawa nampan berisi teh panas ke masing-masing kamar dan diletakkan di meja depan kamar. Setengah jam kemudian, makan pagi diantar, yang adalah nasi soto, pakai lawuh perkedel dan tempe goreng. Ayo makannnnn, mumpung sotonya masih panas. Nikmat juga, makan pagi sebelum gosok gigi ataupun mandi ……J
Jam 7:30 mulai beres-beres dan check-out. Koper-koper sudah ditarik keluar, diangkut porter hotel dan dinaikkan ke bagasi bis. Penumpangnya photo-photo dulu dong, sekali jepret….. lagi, lagi pakai punyaku ….. dua kali jepret ….. lagi, lagi cameraku…..tiga kali jepret …… lagi, lagi tolong mas pakai cameraku ….. empat kali jepret ….. lah gak habis-habis. Ayo berangkat dulu. Nanti di Ullen Sentalu atau dimana saja masih banyak waktu untuk photo-photo.
Akhirnya Galileans semua sudah duduk manis dalam bis. PK berkata: “Mohon Dedy berdoa sebelum berangkat. Tapi nanti dulu berdoanya, setelah bis lolos dari gang kecil ini ya.” Pak Priyo konsentrasi nyopir, maju, mundur lagi, maju dikit, mundur lagi…. akhirnya bisa lolos dan sampai di jalan besar. Dedy berdoa dan bus melaju kearah Kaliurang, ke museum Ullen Sentalu.
PIC wisata museum adalah budhé dan Raymond. Bingung, mau ngomong apa. Lha wong Raymond ke Ullen Sentalu aza belum pernah tuh. Ya sudah, budhé ngomong sebisanya. Gak tau didengerin atau enggak, pokoknya ngomong wong disuruh J
Tentang Ullen Sentalu:
ULLEN SENTALU singkatan dari ULating bLENcong SEjatiNe TAtaraning LUmaku, yang artinya "Nyala lampu blencong (lampu minyak yang dipakai untuk pertunjukan wayang) merupakan petunjuk bagi manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan”
Ullen Sentalu terletak di tempat wisata Kaliurang tepatnya di dalam taman ‘Kaswargan’ (=sorga). Dipilih nama ‘Kaswargan’ karena, secara filosofis, terletak di ketinggian lereng gunung Merapi, yang secara kultur orang Jawa menganggapnya gunung Merapi itu tempat sakral.
Ullen Sentalu Sentalu dirintis tahun 1994. Secara kepemilikan, museum swasta ini diprakarsai oleh Kel. Haryono dari Yogyakarta dan berada dibawah payung Yayasan Ulating Blencong, yang mendapat dukungan dari kalangan ‘darah biru’ J (PB-XII, GBPH Poeger, PA-IX, GRAy Siti Nurul Kusumawardhani. Museum ini diresmikan oleh Paku Alam VIII pada tanggal 1 Maret 1997. Koleksi museum adalah sejarah seni dan budaya Mataram, yang menampilkan lukisan dah photo-photo keluarga Mataram, batik kraton dan lain-lain.
Sesudah keterangan singkat mengenai Ullen Sentalu, microphone diserahkan kepada guide local, mas Nanto, yang sepanjang perjalanan menerangkan tempat-tempat yang dilewati, termasuk sekolah luar biasa di Pakem (tempat Clay lulus cumlaude J)
Sampai di pintu gerbang masuk tempat wisata Kaliurang. Ibu Dewi ATM turun beli ticket masuk untuk orang plus bus. Lanjut naik, jalan terus dan terus. Budhé dalam hati: “Kok gak sampai-sampai sih? Kayaknya Ullen Sentalu gak jauh-jauh dari gerbang masuk deh. Pintu gerbang, belok kiri trus gak lama sampai. Ini kok jauh amat sih?” Eeeee…. ternyata penunjuk jalan, mas Nanto, ngajak muter-muter dulu lewat taman rekreasinya. Sampai juga sih, walaupun bus agak kesulitan untuk nikung patah. (Mungkin gak sulit ya, wong supirnya pinter …..)
Sampai di Ullen Sentalu. Bu Dewi ATM turun dikawal PIC Raymond. Galileans turun dan…… selanjutnya …. tau kan….. apalagi kalau bukan photo-photo di depan museum (baca: mesyum). Lagi rame photo-photo datanglah kijang bernomor polisi L-XXX.….. yang isinya adalah mbak Nur, mbak Tri, Tyas dan pakdhé. Ayo, ayo, cepet….. gabung photo.
Ticket sudah dibeli dan dibagikan. Karena jumlahnya 32 orang, maka masuknya dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok satu masuk, dan lima menit kemudian kelompok dua. Jangan membayangkan masuk museum Ullen Sentalu ini membosankan, karena begitu masuk kesan tidak menarik dan membosankan akan hilang lenyap, diganti dengan hingar bingar photo session di luar museum. (Di dalam gak boleh motret lho ya!) Masuk halaman museum pun sudah ada yang motret-motret.
Pertama-tama dibawa masuk ke Guwo Selo Giri, yang merupakan lorong panjang bawah tanah. Walaupun di bawah tanah tapi baunya harum…… hiiiii…… Ternyata dimana-mana ditaruh bunga sedap malam dan ceplok piring. Pantesan wangi. Ruang pertama adalah ruang tamu dan tarian. Disitu ada seperangkat gamelan dan lukisan-lukisan para putri dan putera keraton yang sedang menari. Tarian yang paling sacral adalah tarian ‘Bedoyo’, yang menggambarkan pertemuan Kanjeng Ratu Kidul dengan raja-raja Mataram. Di lorong ini dipamerkan lukisan-lukisan tokoh-tokoh Mataram, terutama putri-putri keraton yang dari jaman dahulu sudah berkarya. Ada yang jadi ‘designer’ (lupa namanya), ada yang jadi penulis (BRAy Partini Djoyodiningrat).
Setelah ‘ngerong’, kami diajak ke ruangan kedua, Ruang Puisi, penuh dengan puisi-puisi indah, yang ditulis oleh teman-teman dan saudara-saudara Tineke (GRAy Koes Sapariyam). Tulisan-tulisan untuk memberikan kekuatan kepada Tineke ketika patah hati, karena pilihannya tidak disetujui oleh orang tua dan kalangan keraton. Beberapa Galileans ‘mencuri’ memotret puisi-puisi yang indah dengan B-berry. Mudah-mudahan masih disimpan, agar dapat di’share’ di milis.
Dari ruang puisi pindah ke ruang ‘display’ baju pengantin a la keraton, baju sehari-hari para ratu seperti: dodot pengantin, dodot putri, accessories, malahan ada topi-topi para ratu yang dipesan dari luar negeri, dan masih bagus lho! Kain batik ratu yang dipasang juga bagus-bagus. Ada satu yang berdesign kupu-kupu, menurut guide saat ini sudah tidak di produksi lagi. Ach masakkkkk?
Pindah keruang display batik. Macam-macam batik dengan macam-macam arti. Motif truntum, biar rukun…. Apa lagi ya. Yang paling di inget Galileans pasti ‘batik kawung’, untuk nglurupi atau menutupi jenazah….. Hiiiiii…………. Di ruang batik ini juga ada beberapa koleksi kebaya encim made-in djadoel. Wuih, kerancangnya bagus-bagus dan warnanya semua kalem, tidak ada yang ‘ngejreng’. Sebetulnya ada satu ruangan khusus batik, tapi tutup karena sedang diadakan perbaikan.
Ruang terakhir adalah ruang khusus kehidupan Gusti Nurul yang ayu. Photo-photo sejak beliau lahir sampai dewasa, malahan sampai sekarang. Memang Gusti Nurul cantik, ayu dan anggun. Gusti Nurul baru menikah setelah berusia 31 tahun. Karena tidak suka dengan poligami, Gusti Nurul memilih menikah dengan sepupunya yang tentara (tentara kan gak boleh punya isteri dua!). Ada photo Gusti Nurul sedang menari di Belanda, diiringi musik yang disiarkan dan di relay langsung dari RRI! Jaman dulu belum ada kaset bo’. Dari ruangan Gusti Nurul, Galileans diajak ke bagian atas ‘mesyum’ yang isinya patung-patung dan lukisan besar-besar. Tetep gak boleh motret. Tempatnya agak syeureum, gelap dan agak pengab. Yah, ini ruangan terakhir tour Ullen Sentalu.
Kemudian Galileans kembali berkumpul di Balai Pudak Mekar. Di sini Galileans disuguhi (dijamu) minuman khas Ullen Sentalu, yang katanya bisa membuat awet muda hehehehe….. yang ternyata adalah wedang jahe, dicampur kulit secang, dikasih kayu manis (bener gak sih?). Tapi sayang kurang kental dan rasanya kurang nendhang. Mungkin sudah berkali-kali ditambahi air panas…. Hehehhe….. (Kalau kurang nendhang ya minta di tendang to J)
Photo sessions dan photo sessions lagi………. Tak terhitung berapa jepretan dan berapa gaya di Ullen Sentalu, sampai mati gaya …..
Meninggalkan Ullen Sentalu sekitar jam 11-an. Acara selanjutnya adalah ‘belanja-ria’ atau ‘wisata pasar’ Beringharjo-Malioboro dengan PIC Clay dan Dhita – Clay yang orang Jogya, dan Dhita yang kadang-kadang jalan-jalan ke Jogya…. J On the way ke wisata pasar, mampir dulu ke restaurant untuk ambil box makan siang. Ada yang ingat gak, makan siangnya apa? Galileans makannya di bus, jadi sampai di Malioboro bisa langsung belanja-belanji.
Sampai di daerah Malioboro sekitar jam 12-an. Cari parkir susah amat yah. Parkir mobil kecil gampang, diparkiran pasar Beringharjo. Lha parkiran bus dimana ya….? Akhirnya dapat tempat parkir di depan gedung BRI, seberang samping benteng Vredeburg. Sebelum turun diumumkan bahwa, Galileans harus sudah kembali ke bus sebelum jam 15:30, karena masih harus ganti baju, dan harus sampai di GKI Ngupasan jam 16:30 untuk persiapan pelayanan. Tanpa pengarahan lebih lanjut dari PIC, Galileans turun dan rame-rame nyeberang jalan J.
Galileans nyeberang jalan dan lewat depan benteng Vredeburg. Di halaman samping benteng Vredeburg sedang ada keramaian, sepertinya acaranya Jaya Suprana – the biggest bakpia – yang masuk MURI. Karena ada keramaian, sepanjang jalan menuju Beringharjo-Malioboro juga banyak orang jualan. Ada sate ayam kecil-kecil…. bau sate sedap sekaleeee. Beli? Mikir dulu 1000x, secara mbok-mbok yang jualan dekil …… L Ada yang jual boneka-boneka plastic yang ditiup, rambut nenek dan macam-macam lagi. Di depan benteng jadi seperti pasar malam.
Masuk pasar Beringharjo disambut dengan kios-kios batik dan manusia yang ‘uwel-uwelan’. Udara panas, di dalam pasar jadi pengaaaaabbbbbbb. Semua menuju kios batik ‘Sunardi’, yang katanya koleksinya bagus-bagus dan bisa bayar pakai credit card. Namun….. ampyun….. mau mendekati kios Sunardi susah sekali, banyak manusia berjubel baik di Sunardi maupun di kios-kios sekitarnya. Wah, gak deh, cari yang agak lega saja. Rombongan jadi terpisah-pisah. Ada yang mau cari tas di lantai 3, ada yang mau cari kain batik ….. etc.
Rombongan cari tas langsung naik ke lantai 3. Tengok sana, tengok sini ….., kok gak ada tas-tas batik ya, adanya tas-tas modern. Terus kak Echel bilang: “Waktu tadi naik escalator, aku liat ada tas batik di gantung-gantung. Kesitu aja yukkk.” Turun lagi. Dan betul, tidak jauh dari escalator ada kios jualan tas, lucu-lucu dan tidak mahal. Mulailah tangan-tangan kak Echel, kak Zella, mb’Syan, budhé menelusuri tas-tas dan mengobrak-abrik dagangan. Horee semua dapet…… Budhé: “Mau cari apa lagi? Kayaknya aku gak pingin beli apa-apa lagi, aku pingin ngadem ke Mirota aja deh.” Yaaaa, semua setuju dan bersama-sama nyebrang ke Mirota.
Di depan pintu Mirota ada semacam kereta. Disitu duduk manis mas Pram dan pakdhé, dua orang yang males belanja-belanji dan keliling-keliling, tapi terima titipan barang bagi yang sudah belanja kebanyakan belanja dan tentengan tapi masih mau belanja lagi. Muter-muter di Mirota. Ada yang beli-beli, ada yang liat-liat saja, ada yang bingung. Yang paling cekatan dalam hal beli-membeli adalah mb’Syan. Saking asyik dan semangatnya, barang yang sudah dipilih, sudah dimasukkan keranjang, ketika ditinggal nyobain baju keranjangnya hilang diambil orang….. walah….. Ada lagi Tyas yang bingung. Sudah dari tadi keliling gak ada baju yang dipilih. Akhirnya dibantu mb’Syan yang cekatan dan pandai memilih, Tyas dapat 2 baju yang Tyas suka. Mb’Wati, ibu guru BP, muter terus di tempat kerajinan, dapat tas tali rami. Ayo, siapa lagi yang belanja dan dapat apa? Tapi yang pasti, yang tentengannya paling banyak mb’Medy, sampai dititip titip.
Lagi enak-enaknya di Mirota tiba-tiba turunlah hujan deras. Bagi yang masih belanja, masih bisa pilih-pilih lagi sambil nunggu hujan reda. Yang kakinya sudah capek dan sudah tidak ingin belanja lagi: mas Pram, pakdé, mb’Christine, kak Zella, kak Echel, mb’Wati, budhé, Miko, Irvi, mb’Medy ‘menaikkan’ diri ke ‘top floor’ Mirota. Disitu ada café bisa minum segala macam. Ada snack-nya juga lho.
Hujan reda, bukan berhenti, karena masih turun rintik-rintik. Yuk balik ke bus yuk, mumpung hujannya tidak deras. Baru saja bayar minum dan makanan dan mau meninggalkan tempat ….. eeee hujan lagi. Ya terpaksa nunggu sebentar. Begitu rintik-rintik Galileans langsung berlari-lari kecil kembali ke bus, yang jaraknya lumayan jauh. Begitu masuk bus, hujan kembali deras. Ternyata sudah ada beberapa orang menunggu diatas bus. Ayo, sapa yang belum balik? Ternyata mb’Nani dan Sandra si ‘miss Jing Jing’ masih blanja-blanji. Ada yang ngomong: “Tolong dong mbak Sandra dan mb’Nani di telepon, disuruh naik becak aja biar gak kehujanan.” Mbak Nani menjawab ketika di telepon: “Iya, iya, ini lagi naik becak.” Sampai di bus mbak Nani: “Ngumpulnya bukan jam 4 to? Kata Sandra jam 4, jadi kita masih nyantai. Baru masuk Mirota mau pilih-pilih udah ditelpon hehehehe….” Ealaaahhhhh….. Galileans sudah lengkap dengan bawaan yang bertambah, asil belanja di Malioboro, Beringharjo dan Mirota.
Bus meluncur ke rumah eyangnya Franky di jalan Teuku Umar. Galileans ‘nunut’ ganti baju di sana. Masih dalam keadaan hujan Galileans turun satu persatu dipayungi pak Soleh. Walaupun sudah berpayung, tapi tetap basah karena hujannya dueres sekali. Rumah eyangnya Franky, yang ‘djadoel’ dan bagus, langsung hiruk pikuk oleh Galileans. Kamar ganti laki-laki di depan, perempuan di belakang. Lho, dikamar perempuan sudah ada te’Ivy. Ayo gantian ke kamar mandinya. Gosok gigi, cuci muka, ada juga yang keramas…. siapa ya? dandan, ganti baju…… siap berangkat ke GKI Ngupasan. Di rumah Franky sudah ‘menunggu’ snack sore dalam sebuah bèsèk untuk Galileans, yang dibawa oleh mbak Nur dalam hujan lebat. Sayang, mbak Nur gak bisa ikut kebaktian di GKI Ngupasan.
Hujan sudah agak reda ketika Galileans balik ke dalam bus. Segera meluncur ke Ngupasan. Menjelang sampai gereja, Galileans melihat mas Sunu dan mbak Yati jalan berhujan-hujan. Semangat sekali, sampai kami terharu. Hujan masih turun ketika Galileans turun satu persatu di depan gereja, sambil dipayungi pak satpam. Gereja masih sepi, mungkin karena masih jam 4:30pm, hanya ada beberapa pemuda yang sedang menyiapkan alat musik dan check sound system. Kebaktian Sabtu sore ini semacam kebaktian pemuda, yang iringan musiknya pakai BAND!!! Kebaktian dikemas ‘seperti’ dalam suatu KKR. Jadi ada MC, ada lagu yang diulang-ulang sambil bertepuk tangan.
Galileans langsung naik ke balkon yang menghadap ke mimbar, kemudian melakukan pemanasan 4 lagu sambil menunggu kebaktian di mulai. Katanya sih jam 17:00, tetapi ternyata mundur hampir 30 menit, mungkin menunggu jemaat, yang karena hujan, yang datang kebaktian hanya sedikit sekali. Di dalam kebaktian Galileans me’layan’kan 2 buah lagu: ‘Come Christian join to sing’, dan TUHAN-ku YESUS. Kemudian penutupan nyanyi ‘Ode to Joy, sambil mengiring jemaat pulang.
Kebaktian selesai. Terjadi kehebohan di balkon. Kacamata Betsy jatuh ke dalam lobang disela-sela kayu panggung balkon. Harus dicari, karena kalau enggak, cici’ Bet gak bisa baca tulis. Kursi digeser, pangung kayu diangkat …. disanalah kacamata ditemukan. Diteruskan dengan bersalaman dengan majelis penyambut dari GKI Ngupasan yang berkata: “Silakan langsung ke aula. Kami sudah menyediakan makan malam a la kadarnya.” (Nasi sama telor goreng dong! J) Tapi karena sudah lebih dari jam 7-pm, dan kami harus segera ke Solo, maka kami memilih untuk makan di bus saja. Kebetulan makanannya sudah dalam box.
Mau meninggalkan Ngupasan, photo dulu dong…… baru naik ke bis. Meninggalkan gereja. Irvi memisahkan diri dari Galileans untuk menemani mb’Tri naik kijang. Tempat Irvi di bis digantikan oleh mas Sunu, yang masih kangen nyanyi sama Galileans. Sebelum meninggalkan Jogya, Galileans mampir dulu ke pusat oleh-oleh. Ayo, ayo, dipilih, dipilih.
Dalam perjalanan, biar gak pada tidur, mas Pram kembali memimpin permainan ‘sambung judul’. Rameeeee………. Sampai perut rasanya keras karena tertawa terus. Tapi ada satu orang yang tidak terusik, tidur terus walaupun Galileans teriak-teriak. Siapa itu? Tentu saja pakdhé Agni. Padahal host-nya persis didepannya lho, dan ngomongnya keras setengah teriak-teriak, pakai mike pula! Ckckckc…… Nah, disinilah terjadi peristiwa yang tidak terlupakan, kepala yayasan menuding host sambil bilang: “You are crazy”, gara-gara nyambung judul film ‘God must be crazy’. Hwahahahahaha…… Yang dituding gak kaget tuh, karena memang crazy …… J
Memasuki kota Solo. Kami minta Mayo duduk di depan untuk menjadi penunjuk jalan. Karena Mayo orang Solo, sambil mencari jalan, dia ber-acting bagaikan pemandu wisata. Menceritakan bahwa di Solo itu banyak ‘mesyeum-mesyeum’, ada musyeum Danarhadi, mesyeum keraton….. J Ternyata Solo banyak yang mesyuem toh.
Sampai di hotel Arini sekitar jam 9:00pm. Galileans akan menginap semalam di Solo. Hotel berlantai dua ini masih baru, jadi masih cukup bersih. Karena hanya dua lantai, maka tidak disediakan lift! Lobby hotel juga digunakan sebagai ruang makan. Sementara ada 4 kamar tidur yang mengililingi ruang makan, dua dikanan dan dua dikiri. Sambil menunggu pembagian kunci, Galileans duduk-duduk di ruang makan sambil ‘menahan nafsu’ untuk tidak bicara maupun tertawa keras-keras. All ladies di kamar atas, dan kamar all men di belakang.
Sebelum masuk kamar ada renungan malam oleh ibu guru BP, te’Wati. Karena tidak ada tempat, renungan diadakan di sebuah pojokan, di belakang hotel. Malam ini tidak ada ‘pintong’, semua capek. Tapi kabarnya ada kok yang keluar malam cari makan. Kalau gak salah Mayo, mas Rio, Isam…. sapa lagi ya… hayo ngaku!